Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Mantan Wali Kota Jadi Saksi Sidang Hakim

Written By Unknown on Kamis, 03 Oktober 2013 | 11.37

Bandung (Antara) - Mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada dan mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi menjadi saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa mantan hakim Setyabudhi Tedjocahyono di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis.

Mengenakan kemeja warna putih dibalut rompi bertuliskan "Tahanan KPK" Dada dan Edi tiba di Pengadilan Tipikor Bandung sekitar pukul 09.30 WIB menggunakan mobil tahanan.

Saat hendak memasuki ruang tunggu saksi di Lantai II Pengadilan Tipikor Bandung, puluhan warga yang hadir di sana tampak berebut menyalami Dada dan Edi.

Selain Dada Rosada dan Edi Siswadi, saksi lainnya yang hadir pada persidangan kali ini adalah Wawan Setiawan dan Ali Pardoni (mantan Panitera Sekretaris PN Bandung).

Usai menunggu beberapa saat, ketiga saksi tersebut memasuki ruang persidangan.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan Majelis Hakim langsung mengambil sumpah dari ketiga saksi tersebut.

Saksi Ali Pardoni menjadi saksi pertama yang dimintai keterangan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Nurhakim.(rr)


11.37 | 0 komentar | Read More

Jabatan Akil Mochtar Pasti Dicopot Bila Jadi Tersangka

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka, maka ia otomatis akan dicopot dari jabatan Ketua MK. Namun, itu harus menunggu waktu 1x24 jam.

"Kalau statusnya tersangka, sudah pasti dengan sendirinya akan dicopot. Kita lihat nanti malam 1x24 jam, apakah ditetapkan sebagai tersangka atau tidak," kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10/2013).

Menurutnya, MK harus segera mengirimkan surat kepada Presiden SBY, jika Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka.

"MK harus segera mengirim surat kepada presiden untuk segera ditetapkan pemberhentian sementara," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan di rumah dinasnya di kompleks Widya Candra, Jakarat Selatan. (*)

Baca Juga:

Semalam KPK Belum Menggeledah Apapun Terkait Akil Mochtar

SBY akan Komentari Penangkapan Akil Mochtar

Hingga Kamis Siang Status Akil Mochtar Masih Terperiksa


11.37 | 0 komentar | Read More

ICW: Praktik Suap di MK Sudah Ada Sejak 2009

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah "bersih-bersih" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sedikit terlambat.

Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), berbagai indikasi kasus suap di MK setidaknya sudah mulai mencuat dan menjadi rahasia umum sejak tahun 2009 silam.

"Setidaknya sejak tahun 2009, sudah ada indikasi suap di MK, khususnya terkait sidang persengketaan pemilihan kepala daerah (pilkada)," kata Koordinator bidang Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho, Kamis (3/10/2013).

Ia memisalkan, adanya indikasi suap dalam penyelesaian sengketa pilkada Simalungun, Sumatera Utara. Ketika itu, sudah ada tim investigasi yang diketuai Bambang Widjojanto untuk mengusut dugaan tersebut.

Tapi, kata dia, investigasi itu tidak berhasil menyibak dugaan suap tersebut. Bahkan, Hakim MK Akil Mochtar ketika itu berencana membuat "serangan balik" untuk melaporkan dua orang yang kali pertama menyebut adanya kasus suap.

"Baru tahun 2013 inilah dugaan suap di MK bisa dibongkar. Meski terlambat, ini langkah bagus untuk membersihkan MK dari para koruptor," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat menyatakan Ketua MK Akil Muchtar telah lama menjadi incaran KPK. Akil diduga telah diincar sejak kasus penyuapan pada Hakim MK yang dilontarkan Refly Harun, terkait dengan Bupati Simalungun 2,5 tahun lalu.

Baca Juga:

ICW: Praktik Suap di MK Sudah Ada Sejak 2009

Jabatan Akil Mochtar Pasti Dicopot Bila Jadi Tersangka

PPP: Waspada Tergugat Pilwali Makassar Menyuap Keputusan MK


11.37 | 0 komentar | Read More

Ini Obamacare yang Buat Pemerintah AS `Shutdown`  

Written By Unknown on Rabu, 02 Oktober 2013 | 11.37

TEMPO.CO, Washington - Undang-undang perlindungan kesehatan yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, atau kerap disebut Obamacare, menjadi sandungan pembicaraan Kongres-Senat AS soal anggaran. Kebuntuan pembicaraan itu berujung ditutupnya layanan pemerintah federal AS mulai 1 Oktober 2013.

Istilah Obamacare memang lebih populer ketimbang nama undang-undang itu sendiri, yaitu UU Perlindungan Pasien dan Perawatan yang Terjangkau. Obamacare sendiri adalah serangkaian reformasi kesehatan yang disahkan oleh Kongres dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Obama pada Maret 2010.

Undang-undang ini disahkan setelah melalui perdebatan selama 14 bulan sepanjang 2009-2010. Seperti diketahui, Kongres AS dikuasai kubu Republik yang kerap mengkritisi kebijakan Obama.

UU jaminan kesehatan ini menyentuh segala sesuatu terkait jaminan kesehatan untuk warga Amerika. Mulai dari bagaimana rumah sakit akan diganti biayanya untuk perawatan hingga perlunya restoran mencantumkan jumlah kalori pada menu mereka. Tapi secara umum, Obamacare memastikan sekitar 30 juta rakyat AS dijamin kesehatannya melalui asuransi swasta bersubsidi atau yang disediakan pemerintah, Medicaid.

Obamacare memberi jaminan pada semua rakyat untuk mendapatkan akses pada layanan dan perlindungan kesehatan, baik pada saat mereka sehat atau sakit, bagi orang tua maupun kaum muda. UU juga mengharuskan pemerintah membantu mereka yang berpenghasilan rendah untuk membayar premi asuransinya.

Sesuai UU, seharusnya Obamacare diberlakukan segera pada Oktober 2013. Pasar asuransi Obamacare, misalnya, bahkan sudah mulai membuka pendaftaran pada Selasa (1 Oktober 2013). Orang-orang yang tidak mendapatkan asuransi kesehatan melalui Medicaid, Medicare, atau kantor tempatnya bekerja bisa membelinya. Perlindungan asuransi ini efektif mulai 1 Januari 2014.

Obamacare akan tersedia di setiap negara bagian dan District of Columbia. Namun ekspansi Medicaid, yang melayani orang kurang mampu--berada di bawah garis kemiskinan federal US$ 31.322 untuk sebuah keluarga dengan empat anak--dibuat opsional oleh Mahkamah Agung. Hingga saat ini hanya 26 negara bagian yang berpartisipasi di dalamnya.

WASHINGTON POST | HUFFINGTON POST | TRIP B

Topik Terhangat

Edsus Lekra | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah | Info Haji | Kontroversi Ruhut Sitompul

Berita Terpopuler

Ahok: Jangan Coba Ubah Pancasila

Holly Angela Ditemukan dengan Tangan Terikat

Benget, Pembunuh Sadis Istrinya Sendiri, Tewas?

Ada Kesengajaan Insiden Lion Air di Manado?

TNI Tertarik Kecanggihan Kapal Selam Rusia


11.37 | 0 komentar | Read More

Ketika Hakim Konstitusi 'Dipaksa' Berbahasa Jawa  

TEMPO.CO, Jakarta - Sidang sengketa hasil pemilihan Gubernur Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 1 Oktober 2013 penuh dengan bahasa daerah. Ketua Majelis Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar pun dibuat kelabakan karena sejumlah saksi menggunakan bahasa Jawa.

Hasil pemilu di Jawa Timur 29 Agustus 2013 diprotes kubu Khofifah-Hermansyah (Berkah) yang menuding pemenang Soekarwo-Syaifullah Yusuf (KarSa) melakukan kecurangan. Kubu Berkah pun menghadirkan dua saksi.

Sebelum bersaksi, kuasa hukum Berkah mengingatkan hakim supaya menyimak keterangan saksi dengan bahasa Jawa dan Indonesia. "Kalau begitu, mari kita terjemahkan bersama-sama," kata Akil. Jawaban spontan hakim kelahiran Putussibau, Kalimantan Barat ini menyulut gelak hadirin sidang.

Saksi pertama bernama Saifudin, warga Bence, Garum, Blitar. Saifudin mengaku mendapat bantuan 3 ekor kambing dari Gubernur Soekarwo pada 2010. Kini kambingnya sudah beranak 2 ekor. "Pokoke sinten mawon gubernure mbesok, kulo pengen diwenehi bantuan lagi (Pokoknya siapa saja gubernurnya besok, saya ingin diberi bantuan lagi)," kata Saifudin, 41 tahun.

"Sampun (Sudah)?" tanya hakim kepada Saifudin. "Saya ngerti kok. Tuh dia bilang sampun, artinya sudah."

Akil lantas mempersilakan saksi kedua bicara. Sarofah, perempuan berkerudung cokelat asal Kelurahan Mirahan Atas, Blimbing, Malang. "Ibu dulu dikasih bantuan opo (Ibu dulu dikasih bantuan apa?" tanya Akil.

"Rombong, Pak Mulia," kata Sarofah.

"Rombong? Rombongan? Barang-barang dengan jumlah banyak?" kata Hakim Akil kebingungan.

"Gerobak, Yang Mulia," jawab sebagian hadirin sidang membantu Hakim Akil.

Selain dapat gerobak, Sarofah mengaku diberi sejumlah piring, mangkok, gelas, teko, dan bangku buat dia berjualan. Sejak menerima bantuan itu pada 2012 lalu, Sarofah sampai kini tetap berjualan seperti kopi, gorengan, tahu lontong, es, dan kolak.

"Berkembang jualannya?" tanya Hakim Akil kepada Sarofah.

"Berkembang, Pak Mulia. Angsal kalih atus ewu per hari (Dapat Rp 200 ribu sehari)," jawab Sarofah.

Jawaban polos Sarofah itu tak ayal membuat seisi sidang gaduh. Mereka geli dengan istilah "Pak Mulia", istilah Sarofah untuk menyebut Hakim Akil.

Sarofah dan Saifudin dihadirkan oleh kubu Khofifah untuk membuktikan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur buat pemenangan pasangan KarSa. Sarofah dan Saifudin merupakan dua warga Jawa Timur yang menerima bantuan program Jalan Lain Menuju Kesejahteraan (Jalin Kesra) yang disebut-sebut kubu Khofifah menyerap APBD berlebih sebagai kedok pasangan KarSa untuk memenangi Pilgub Jatim pada 29 Agustus lalu.

KHAIRUL ANAM

Terhangat

Edsus LEKRA | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah

Berita terkait

Kubu Soekarwo Tuding Saksi Khofifah Palsu

Soekarwo Bantah Selewengkan APBD Untuk Pilkada

Pengamat: Bukti Gugatan Khofifah Perlu Divalidasi

Saksi Khofifah Mengaku Disekap Pendukung Soekarwo


11.37 | 0 komentar | Read More

KPK Periksa Gubernur BI Terkait Kasus Century

Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo terkait dengan kasus korupsi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp6,7 triliun. dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Saya hari ini diundang untuk menjadi saksi sehubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi tekait dengan FPJP. Jadi saya akan masuk untuk memberikan kesaksian nanti kalau saya keluar saya akan berikan penjelasan pada saudara," kata Agus kepada pers saat datang ke gedung KPK Jakarta, Rabu.

Pemeriksaan Agus dalam kasus Century adalah yang pertama. Ia pada 2008 menjabat sebagai direktur utama Bank Mandiri dan mengaku menghadiri rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

"Ya memang saya hadir di dalam `meeting` yang dilaksanakan KSSK, Oleh karena itu saya sekarang akan hadir memberikan kesaksian," tambah Agus.

Namun ia mengaku bukan menjadi anggota KSSK.

"Saya bukan panitia, bukan `comitee`, saya diundang sebagai Dirut Bank Mandiri untuk hadir sebagai narasumber, jadi sekarang saya akan berikan keterangan setelah itu saya akan berikan penjelasan kepada saudara," tambah Agus.

Hingga saat ini KPK telah memeriksa lebih dari 57 orang saksi dengan 102 kali tatap muka dengan penyidik.

Para saksi tersebut sebagian besar adalah orang-orang yang hadir pada rapat KSSK pada November 2008, antara lain mantan ketua KSSK manan Menteri Keuangan Sri Mulyani, mantan Komisioner di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sekaligus anggota KKSK Darmin Nasution, Dirjen Pajak Fuad Rahmany yang pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam/LK) hingga Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad.

Namun saksi-saksi tersebut tidak menjelaskan kepada media apa yang terjadi pada rapat KSSK dan hanya berjanji akan membuka pembicaraan pada rapat saat di pengadilan.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia (BPI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.(rr)


11.37 | 0 komentar | Read More

Mantan Gubernur BI Diperiksa Untuk Kasus Century

Written By Unknown on Selasa, 01 Oktober 2013 | 11.37

Jakarta (Antara) - Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan korupsi diperiksa sebagai saksi untuk kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Banck Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Saya sebagai saksi untuk Budi Mulya, alhamdulillah sehat," kata Darmin saat datang ke gedung KPK Jakarta, Selasa.

Terkait dengan pernyataan mantan pemilik Bank Century Robert Tantular yang mengatakan ada penyimpangan dana talangan hingga Rp2,2 triliun, Darmin pun tidak mengomentarinya.

"Wah itu saya tidak tahu, tidak tahu saya," jawab Darmin singkat saat ditanya mengenai dana tersebut.

Sebelumnya KPK pernah memeriksa Darmin pada 29 Agustus mengenai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal sistemik serta jumlah kebutuhan dana untuk menyelamatkan Century yang melonjak pada rapat KSSK ada 24 November 2008.

Darmin yang pada 2008 menjabat sebagai Komisaris di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan anggota KSSK menjelaskan pihak yang berwenang untuk memberikan dana talangan kepada Bank Century adalah KSSK dengan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menjabat sebagai ketua KSSK

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia (BPI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun. (03)


11.37 | 0 komentar | Read More

Ketua Dewan Komisioner OJK Kembali Diperiksa Soal Kasus Century

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadaad, kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (1/10/2013).

Muliaman kepada wartawan mengaku akan diperiksa sebagai saksi, untuk tersangka kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya.

"Saya dipanggil menjadi saksi untuk Budi Mulya. Belum tahu apa, nanti saja," kata Muliaman yang mengenakan batik hijau di halaman Kantor KPK.

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia enggan memberikan jawaban, meski dicecar dengan sejumlah pertanyaan awak media yang telah menunggunya. Dia memilih langsung masuk lobi KPK. Selain Muliaman, KPK juga memeriksa mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.

Manager IT Support Bank Mutiara Sugiharto Kusumo Atmojo pun dipanggil sebagai saksi, bersama bekas Kepala Divisi Resolusi LPS Besari.

KPK secara resmi menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka dalam kasus Century. Mantan Deputi bidang IV pengelolaan devisa Bank Indonesia,  diduga menyalahgunakan wewenang dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century, dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. (*)

Baca Juga:

KPK Kembali Periksa Mantan Gubernur BI Darmin Nasution

Robert Tantular Pernah Beri 1 Miliar kepada Tersangka Budi Mulya

Timwas Century Minta KPK Tidak Terhalang Kesehatan Siti Fajriah


11.37 | 0 komentar | Read More

Ketua OJK Penuhi Panggilan KPK Terkait Century

Jakarta (Antara) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, diperiksa sebagai saksi untuk kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Saya dipanggil menjadi saksi untuk Budi Mulya, kami tidak tahu apa saja, nanti saja," kata Muliaman saat datang ke gedung KPK Jakarta, Selasa.

Ia juga tidak menjelaskan mengenai peraturan Bank Indonesia maupun aliran dana sebesar Rp6,7 triliun yang menjadi dana talangan bagi Bank Century.

"Belum tahu, nanti saja ya," jawab Muliaman singkat.

Sebelumnya Muliaman pernah diperiksa dalam kasus yang sama pada 14 Februari 2013, dalam pemeriksaan tersebut Muliaman mengatakan bahwa ia ditanya mengenai perubahan Peraturan Bank Indonesia mengenai persyaratan pemberian FPJP saat ia masih menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia pada 2008.

Muliaman menjelaskan bahwa ada banyak pertimbangan yang mendorong BI memutuskan perubahan tersebut dan tidak ada perintah dari atasan, yaitu Gubernur BI yang dijabat oleh Boediono dalam pemberian dana talangan tersebut.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008, meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut, karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia (BPI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp2,7 triliun pada 23 November 2008.

Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp630 miliar, sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.(rr)


11.37 | 0 komentar | Read More

ICW Pertanyakan Berkurangnya Buron Koruptor di Kejagung

Written By Unknown on Senin, 30 September 2013 | 11.37

Jakarta (Antara) - Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan berkurangnya jumlah buron koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di dalam laman Kejaksaan Agung.

"Yang jelas kami mempertanyakan itu, karena sampai sekarang kejaksaan tidak pernah terbuka soal berapa buron koruptor yang masih diburu," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho di Jakarta, Senin.

Dari laman kejaksaan.go.id, empat buronan BLBI itu yakni Eko Edi Putranto (Mantan Komisaris PT BHS), Hendro Bambang Sumantri (Pensiunan Departemen Perdagangan RI), Lesmana Basuki (Presiden Direktur PT Sejahtera Bank Umum (PT SBU)), dan Samadikun Hartono (Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk), dan Hary Matalata (Direktur PD Pooja dan PT Devi Pooja Kumari), ditambah dua buron baru kasus Century Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvy.

Pada 17 Oktober 2006, Kejagung menyebutkan ada 14 koruptor BLBI yakni, Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)), Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI), Sherny Kojongian (Direksi BHS), Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI), Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani (Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K Lawi (Kasus BLBI).

Kejagung melalui Wakil Jaksa Agung (Waja) saat itu, Dharmono pada 13 Juni 2012 menyebutkan masih ada 23 buron BLBI yang belum ditangkap pascadipulangkannya satu buron BLBI, Sherny Kojongian ke Tanah Air, setelah ditangkap Interpol di San Francisco, AS.

Emerson menambahkan kejaksaan harus memberikan penjelasan publik mengenai berkurangnya jumlah buron koruptor itu, dan harus terbuka secara gamblang atau secara resmi sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang masih diburu sampai sekarang.

"Kami meminta Kejagung terbuka menjelaskan sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang belum ditangkap," ucapnya, menegaskan.

Bahkan, ia menduga kejagung sudah menghentikan kasus penyidikan sejumlah buron koruptor itu, tanpa memberitahukan ke publik.

Karena itu, pihaknya menilai Kejagung tidak serius di dalam pengejaran para koruptor tersebut, salah satunya saat kami meminta "up date" jumlah buronan koruptor beberapa waktu lalu, sampai sekarang tidak ditanggapi.

"Sampai sekarang permintaan up date jumlah sesungguhnya buronan koruptor yang belum ditangkap, belum dipenuhi sama sekali," katanya.

Semula, menurut dia, jika sudah ada data yang jelas jumlahnya berapa maka akan disamakan dengan jumlah yang dimiliki oleh ICW.

Ia juga menyoroti soal hasil tangkapan buronan korupsi oleh kejaksaan sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, bukannya kelas kakap.

"Kita sayangkan buronan korupsi yang ditangkap itu bukannya kelas kakap," ujarnya.

Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung telah berhasil menangkap sebanyak 100 buronan kejaksaan terhitung sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli 2011, antara lain karena canggihnya alat penyadap yang digunakan tersebut.

"100 buronan sudah ditangkap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi pada 20 September 2013.

Rinciannya pada Juli sampai akhir 2011 ditangkap delapan buronan, Januari sampai Desember 2012 sebanyak 50 orang dan Januari 2013 sampai sekarang sebanyak 32 orang.

Keberhasilan menangkap 100 buronan koruptor selama tiga tahun terakhir ini, menunjukkan berapa pentingnya keberadaan monitoring center dalam memenuhi kebutuhan sistem intelijen.

Dari sumber Antara, alat sadap yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung itu kemampuannya lebih canggih dari alat yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).(rr)


11.37 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger